Minggu lalu aku lihat berita
Ada artis tertangkap narkoba
Terjadi begal demi harta
Kekasih membunuh karena cemburu buta
Kemarin aku nonton berita
Seorang nenek dituntut anaknya
Seorang kakek dituntut mencuri mangga
TKI dipukuli demi memberi makan keluarga
Hari ini aku menyaksikan berita
Ada balita yang disiksa
Anak perempuan sendiri diperkosa
Banyak kasus pedofilia
Tadi aku mendengar berita
Anak SD ciuman mesra
Orang miskin berobat tak diterima
Bencana terjadi dimana-mana
Suatu ketika aku membaca berita
Kudanil dicekoki miras oleh kumpulan pemuda
Binatang tak bersalah dilempar kemulut buaya
Bayi dijejalkan rokok oleh ayahnya
Bukankah ini sangat gila?
Mirisnya Negeriku tercinta
Kejahatan dimana-mana
Hati nurani seakan mati
Demi kepuasan duniawi
Sedihnya keadaan Negeriku ini
Seakan tak bisa tertolong lagi
Semua sibuk dengan urusan pribadi
Sudah tak ada rasa perduli
Minggu, 25 Februari 2018
Sabtu, 24 Februari 2018
Terpendam, tentang cinta dan rasa sakit
Sekarang sedang musim hujan di
Negeriku, dan pagi ini seperti biasa aku malas bangkit dari tempat tidur,
menanggalkan selimut yang menghangatkan tubuh karena dingin yang entah bagaimana
bisa lolos dari kokohnya dinding kamar. Tapi mau bagaimana lagi, aku memiliki
kegiatan hari ini, dan lagi pula pakaian kotor sudah menumpuk ingin segera
dicuci. Dengan malas aku menyingkap selimut yang entah kenapa menjadi sangat
menarik akhir-akhir ini.
Oh iya aku perkenalan diri
dulu, namaku Faza, aku mahasiswa semester 5 di Universitas Negeri dikotaku. Aku
mengikuti organisasi Pers Mahasiswa di kampusku, awalnya aku mengikuti
organisasi ini hanya karena ingin mencari kesibukan untuk melupakan seseorang,
tapi dengan berjalannya waktu aku merasa nyaman bersama orang-orang dan
kegiatan didalamnya. Tadi suara telpon membangunkanku, dari ketua umum
organisasi yang aku ikuti. Ada Persma (Pers Mahasiswa) dari luar kota berkunjuk
ke sekret kami, dan sebagai Public
Relations di organisasi ini, mau tak mau aku harus menjalin hubungan
baik dengan semua Persma di seluruh pelosok Negeri.
Setibanya disekret sudah ada
ketua umum, beberapa anggota Persma ku, dan tiga wajah baru yang langsung ku
ketahui mereka adalah tamu kami. Akupun langsung mengampiri mereka dengan menyapa
dan memperkenalkan diri. Belum usai aku menyebutkan nama, ada suara dibelakang
punggungku memanggil namaku, aku tak merasa asing dengan suara tersebut,
seseorang yang memiliki suara itulah yang menyebabkan aku mengikuti organisasi
ini, seseorang yang sangat ingin aku lupakan. Seseorang yang 1 setengah tahun
lalu melukai hatiku.
“Za” panggilnya, tetapi aku
masih tak berbalik badan
“Aku sengaja mengikuti rombongan
Persma kampusku dalam kunjungan kesini, karena aku mendengar kalau kamu
mengikuti organisasi ini” ungkapnya, yang
belum membuatku menghadapnya.
“Ada yang inginku bicarakan
dan jelaskan Za” lanjutnya
“Tidak ada yang ingin aku
dengar darimu” jawabku sambil membalikan tubuh mengadapnya. Setelah 2tahun aku
tak melihatnya, untuk pertama kali setelah patah hatiku aku menatap orang ini.
“Aku mohon dengarkan aku
sekali ini saja Za, setelah itu aku akan menuruti apa katamu selanjutnya” dan
mata kami bertemu setelah ratusan hari berlalu.
“Baiklah” ujarku singkat.
“Dia yang menjadi kekasihku
sekarang tidak menggantikan posisimu dihatiku. Dulu aku hanya membutuhkan
seseorang yang bisa menemaniku kemana saja, yang bisa merawatku ketika aku
sakit, yang bisa aku lihat langsung bukan hanya melalui telpon genggam, jarak
kita tak bisa melakukan itu semua. Itulah alasanku bersamanya, dan mungkin ada
sedikit rasa bosan karena rindu yang tak tersampaikan, dan bodohnya aku ketika
kamu marah, harusnya aku mencoba menenangkanmu, tapi aku malah membalas dengan
semakin emosi. Dan akhirnya mengucapkan kata perpisahan itu. Aku tidak bisa melupakanmu,
Za. Aku mencintaimu berulang kali, hingga dipertemuan kita hari ini.” Jelasnya.
“sudah? Sekarang giliranku. Kamu berjanji untuk
menuruti apa kataku bukan?. Maka aku minta kamu pergi dan jangan pernah temui
aku lagi” Tuturku dengan sekuat yang aku bisa menahan air mata.
“Za, aku mohon beri aku kesempatan kedua” Ucapnya
seraya duduk memohon.
“Pergilah” balasku tak iba.
Dia mencoba meraih tanganku, aku menangkisnya “Za, ku
mohon. Bertahun-tahun aku berjuang untuk mendapatkanmu. Tak adakah sedikitpun
hatimu melunak dengan perjuanganku? Berikan aku kesempatan kedua, bukannya
semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua untuk memperbaiki
kesalahannya?. Sepuluh kali aku melihatmu, sepuluh kali pula aku jatuh cinta
padamu, Za.”
Aku tidak menjawab dan memutar tubuhku untuk pergi
menjauh darinya, namun dia kembali meraih tanganku. Aku kembali menarik tangan
darinya dan berbalik menampar pipinya
“aku bilang pergi brengsek”
entahlah, siang
itu aku tak dapat lagi menahan semua rasa sesak ku, bersama kalimat yang keluar
dari mulutku tetesan air mata yang sejak tadi aku tahan akhirnya jatuh juga.
Semua mata yang ada diruangan itu sejak tadi menonton
kami, karena itulah aku menahan semua emosiku, aku tidak ingin masalah pribadi
ini diketahui semua orang. Tetapi pada akhirnya aku bukanlah wanita yang kuat. Siang
itu aku menangis dihadapan banyak orang yang menyaksikan.
“Apa kau bilang? Kau bertahun-tahun berjuang
mendapatkan cintaku? Hah, kau pikir kau akan tetap berjuang jika aku tak
memberikan respon baik padamu ?. Tidak ! kau tetap berjuang karena signal
dariku, karena sepuluh kali kita bertemu, sepuluh kali kau jatuh cinta padaku,
kau harus tau, sepuluh kali pula aku jatuh cinta kepadamu. Bahkan dihari ini,
dipertemuan kali ini, disela sesaknya dadaku, disela terbukanya lagi luka
dihatiku, aku kembali jatuh cinta kepadamu. Tetapi tidak, aku tidak akan
memberikan kesempatan itu lagi kepadamu, tidak akan pernah. Kenapa ? ingatkah
kalimatmu terakhir kali ?. Kau bilang semuanya sudah berubah, kau sudah tak
mencintaiku seperti dulu lagi. Lantas bagaimana jika hal tersebut terulang lagi
?. Siapa yang bertanggung jawab?. Aku tidak akan menambil resiko yang jelas
memiliki kemungkinan terjadi. Maka pergilah.” Air mataku sejak tadi sudah
menyentuh lantai, tak bisa aku hentikan lagi, aku biarkan air lengket ini
membasahi pipiku.
Kulihat dia menundukan kepala, dan kembali menatapku “Maafkan
aku, aku mencintaimu tapi aku ternyata menyakitimu sangat dalam. Dan maafkan
aku, aku tidak pernah menyangkah dibalik diammu, kamu juga menyimpan rasa cinta
itu untukku. Maafkan aku” hanya kata itu yang keluar dari mulutnya.
Dan aku pergi meninggalkannya, meninggalkan semua yang
ada diruangan, aku pergi menjauh, mencari tempat yang tenang untuk aku
mengeluarkan semua rasa sakitku yang selama ini aku coba kuburkan. Aku tidak
tahu, keputusan ini sudah benar atau sebaliknya. Aku tidak tahu aku akan merasa
lega atau bahkan menyesal nantinya. Aku tidak tahu, yang aku tahu sekarang aku
hanya butuh menangis sepuasnya. Dan yang aku tahu, aku sudah tak percaya lagi
hubungan jarak jauh.
Jumat, 23 Februari 2018
Artis tanah air
Katanya artis adalah idola
Tapi mereka pakai narkoba
Katanya artis adalah panutan
Nyatanya mereka menyesatkan
Kerja dari malam ketemu petang
Demi menghibur banyak orang
Setelah susah payah dapat uang
Dihancurkan barang terlarang
Jika banyak prestasi dihasilkan
Mungkin khilaf jadi pemakai
Ini prestasi diabaikan
Pakai baju orange dibanggakan
Pacaran mesra diperlihatkan
Yang berbakat tersisihkan
Cari sensasi agar makin terkenal
Acting bagus suara bagus tertinggal
Beginilah keadaan artis tanah airku
Tak perduli aku jika bukan di Indonesiaku
Indonesia yg menganut budaya timur
Namun perlahan terkubur
Jadi siapa yang harus disalahkan?
Apa yang harus dilakukan?
Untuk memperbaiki dunia hiburan
Agar yg berkualitas kembali diperhitungkan
Tapi mereka pakai narkoba
Katanya artis adalah panutan
Nyatanya mereka menyesatkan
Kerja dari malam ketemu petang
Demi menghibur banyak orang
Setelah susah payah dapat uang
Dihancurkan barang terlarang
Jika banyak prestasi dihasilkan
Mungkin khilaf jadi pemakai
Ini prestasi diabaikan
Pakai baju orange dibanggakan
Pacaran mesra diperlihatkan
Yang berbakat tersisihkan
Cari sensasi agar makin terkenal
Acting bagus suara bagus tertinggal
Beginilah keadaan artis tanah airku
Tak perduli aku jika bukan di Indonesiaku
Indonesia yg menganut budaya timur
Namun perlahan terkubur
Jadi siapa yang harus disalahkan?
Apa yang harus dilakukan?
Untuk memperbaiki dunia hiburan
Agar yg berkualitas kembali diperhitungkan
Kamis, 22 Februari 2018
Lonely
Entahlah,
Selalu ada yg berbeda didalam dadaku
Amat sesak terasakan olehku
Itu ketika aku dikeadaan sendiri
Hatiku semakin terasa kosong tak berpenghuni
Memang terkadang aku suka suasana sepi
Agar aku tenang meresapi
Tetapi bukan dengan keadaan berjalan sendiri
Walau hanya diam, ada yg menemani
Aku selalu menangis ditempat baru
Karena aku sadar aku sendiri ditempat itu
Walaupun dalam suasana ramai
Batinku tetap tak rasakan damai
Aku hanya tak tenang seorang diri
Apa lagi dimalam hari
Ketika gelap bertemankan sunyi
Kesepian semakin menghantui
Baru hal ini kualami
Sejak jauh dari Ibu yg kusayangi
Berpisah jarak demi capai gelar di ujung nama
Entah kapan sembuh dari gelisah yg terasa
Selalu ada yg berbeda didalam dadaku
Amat sesak terasakan olehku
Itu ketika aku dikeadaan sendiri
Hatiku semakin terasa kosong tak berpenghuni
Memang terkadang aku suka suasana sepi
Agar aku tenang meresapi
Tetapi bukan dengan keadaan berjalan sendiri
Walau hanya diam, ada yg menemani
Aku selalu menangis ditempat baru
Karena aku sadar aku sendiri ditempat itu
Walaupun dalam suasana ramai
Batinku tetap tak rasakan damai
Aku hanya tak tenang seorang diri
Apa lagi dimalam hari
Ketika gelap bertemankan sunyi
Kesepian semakin menghantui
Baru hal ini kualami
Sejak jauh dari Ibu yg kusayangi
Berpisah jarak demi capai gelar di ujung nama
Entah kapan sembuh dari gelisah yg terasa
Selasa, 13 Februari 2018
Kenangan disekolah bersamamu
Kala itu kau dan aku kembali berjumpa
Disekolah kita pd sebuah acara
Untuk perayaan setelah penatnya uas
Dengan pertandingan antar kelas
Sore itu baju putihku kenakan
Kau membawa kamera ditangan
Tak berani mata menatap
Namun hati ingin berhadap
Kata teman kau trs saja memotretku
Aku hanya tersenyum malu
Ingin menoleh tapi urung kulakukan
Malah mencoba fokus menonton pertandingan
Usai pertandingan aku ingin cepat pergi
Namun kau malah menghampiri
Ada yg ingin ku ungkapkan katamu
Namun aku segera memotong kalimatmu
Kuucapkan maaf bilang sudah ditunggu ibu
Ah kenapa aku lakukan itu
Padahal lama aku menunggu
Jantungku berdetak tak karuan petang itu
Hingga membuatku ingin cepat berlalu
Malamnya kutunggu pesanmu
Esoknya juga begitu
Kurasa jantungku bisa aman jika jauh
Dan kau takkan tau aku tersipu
Biar biar saja berlalu begitu
Agar kau tak tau dalamnya rasaku
Aku tidak ingin kau tau
Biarlah itu menjadi rahasiaku
Disekolah kita pd sebuah acara
Untuk perayaan setelah penatnya uas
Dengan pertandingan antar kelas
Sore itu baju putihku kenakan
Kau membawa kamera ditangan
Tak berani mata menatap
Namun hati ingin berhadap
Kata teman kau trs saja memotretku
Aku hanya tersenyum malu
Ingin menoleh tapi urung kulakukan
Malah mencoba fokus menonton pertandingan
Usai pertandingan aku ingin cepat pergi
Namun kau malah menghampiri
Ada yg ingin ku ungkapkan katamu
Namun aku segera memotong kalimatmu
Kuucapkan maaf bilang sudah ditunggu ibu
Ah kenapa aku lakukan itu
Padahal lama aku menunggu
Jantungku berdetak tak karuan petang itu
Hingga membuatku ingin cepat berlalu
Malamnya kutunggu pesanmu
Esoknya juga begitu
Kurasa jantungku bisa aman jika jauh
Dan kau takkan tau aku tersipu
Biar biar saja berlalu begitu
Agar kau tak tau dalamnya rasaku
Aku tidak ingin kau tau
Biarlah itu menjadi rahasiaku
Senin, 12 Februari 2018
Mayoritas
Mungkin aku salah, mungkin juga ada betulnya
Kini orang ingin selalu merasa menang
Dengan cara menjadi yg paling benar
Menarik teman untuk menguatkan opini yg berkembang
Sekarang benar bukan lagi berdasarkan fakta
Tetapi berdasarkan pihak terbanyak ada dimana
Jika kau salah jumlahnya
Maka mudahnya kaulah yg bersalah disana
Misal saja pada kasusku
Dikatakan sombong oleh mayoritas itu
Padahal faktanya merakapun tak pernah menyapa
Seharusnya sama-sama berkaca
Aku tak maksud menjadi benar
Namun aku tak patut disalahkan
Sebenarnya mereka hanya menang jumlah
Jadi mutlak aku seakan yg berbeda
Begitulah kuatnya mayoritas
Dapat menentukan yg terlintas
Tujuannya membenarkan yg ingin dibenarkan
Bukan fakta yang terungkap
Dan yang minoritas tentu menjadi tersangka
Salah karena kurang suara
Kini orang ingin selalu merasa menang
Dengan cara menjadi yg paling benar
Menarik teman untuk menguatkan opini yg berkembang
Sekarang benar bukan lagi berdasarkan fakta
Tetapi berdasarkan pihak terbanyak ada dimana
Jika kau salah jumlahnya
Maka mudahnya kaulah yg bersalah disana
Misal saja pada kasusku
Dikatakan sombong oleh mayoritas itu
Padahal faktanya merakapun tak pernah menyapa
Seharusnya sama-sama berkaca
Aku tak maksud menjadi benar
Namun aku tak patut disalahkan
Sebenarnya mereka hanya menang jumlah
Jadi mutlak aku seakan yg berbeda
Begitulah kuatnya mayoritas
Dapat menentukan yg terlintas
Tujuannya membenarkan yg ingin dibenarkan
Bukan fakta yang terungkap
Dan yang minoritas tentu menjadi tersangka
Salah karena kurang suara
Kamis, 08 Februari 2018
Perpustakaan...
Disini adalah ruang ternyaman
Untukku, selain ruang kamar
Disini aku merasa aman
Dari bisingnya polemik diluar
Aku menjalar di sepanjang lorong ruang
Jemari menyentuh buku dng perlahan
Bau khas perpustakaan menyeruak indra penciuman
Menjadi wewangian yg menenangkan
Biasanya aku memiliki sudut pilihan
Jika kembali aku akan duduk disana lagi
Sudut yg membuat betah berlama
Menikmati buku yg ku pegang
Ada yg bilang tempat membosankan
Ada pula yg bilang untuk orang pintar
Padahal, disini hanya tempat yg tenang
Saat lari sejenak dari keadaan
Kulirik perempuan disebelah kanan
Sedang kasik membaca buku pelajaran
Kulirik lelaki sebelah kiri
Sedang fokus mengerjakan skripsi
Jangan tanya aku sedang apa
Sedang menulis yg sekarang kalian baca
Untukku, selain ruang kamar
Disini aku merasa aman
Dari bisingnya polemik diluar
Aku menjalar di sepanjang lorong ruang
Jemari menyentuh buku dng perlahan
Bau khas perpustakaan menyeruak indra penciuman
Menjadi wewangian yg menenangkan
Biasanya aku memiliki sudut pilihan
Jika kembali aku akan duduk disana lagi
Sudut yg membuat betah berlama
Menikmati buku yg ku pegang
Ada yg bilang tempat membosankan
Ada pula yg bilang untuk orang pintar
Padahal, disini hanya tempat yg tenang
Saat lari sejenak dari keadaan
Kulirik perempuan disebelah kanan
Sedang kasik membaca buku pelajaran
Kulirik lelaki sebelah kiri
Sedang fokus mengerjakan skripsi
Jangan tanya aku sedang apa
Sedang menulis yg sekarang kalian baca
Senin, 05 Februari 2018
merah muda
Merah muda
Kalau dikampung
halamanku menyebutnya merah jambu
Ah atau
mungkin dikampungmu juga kenal dengan penyebutan itu
Layaknya
warna jambu air yang telah matang
Perpaduan putih
dan merah yang tak terang
Aku menyukai
warna merah muda
mulai usiaku
balita hingga dewasa
dari
princess aurora yang kusuka sampai prabotan yang kupunya
bagiku itu
indah seperti saat kau menanti senja
hangat dan
bersahabat dengan jiwa
Tak banyak
yang suka merah muda
Terlalu feminim
dan kekanakan baginya
Tentu
bagiku berbeda
Merah muda
penuh kasih sayang tentunya
Katanya merah
muda warna cinta
Padahal tidak
aku tidak sedang jatuh cinta
Namun benar
merah muda memberikan kenangan tentang cinta
Lihat saja
akhiran sajak yang tertulis, penuh oleh cinta
Minggu, 04 Februari 2018
Perjalanan malam itu
Ini adalah
cerita perjalananku
Dikereta
perjalan pulang ke kota rantau
Seperti biasa
sendiri dengan penumpang yang mungkin takku kenal disebelahku
Aku selalu
tak tertarik dengan suasana bising didalam kereta
Karenanya ku
keluarkan dari dalam tas sebuah earphone
Lagi, aku
hanya mendengarkan music diplaylist handphone
Dengan mata
menatap kosong kearah jendela
Ketika aku
hanyut dengan lagu mellow yang terputar
Seseorang menyonggol
pundakku
Aku hendak
marah, dan kemudian urung
Ternyata dia
hanya menyadarkanku karena pemeriksaan tiket penumpang kereta
“Suka warna
merah muda” sapanya
“tahu dari
mana?” tanyaku yang hanya basa basi karena tak enak hati masalah tadi
“warna
earphone, casing handphone dan tadi tak sengaja lihat catatan kecil yang
berwarna merah muda” jawabnya dengan senyum kecil
“ohh”
jawabku singkat
“aku
mengenalmu, kita pernah satu tempat bimbingan belajar, hanya saja berbeda kelas”
ucapnya tiba-tiba.
Akupun kembali
melihatnya, ahh dan aku baru menyadarinya, pantas saja aku merasa tak asing dengan
senyuman kecil tadi “aku ingat, maaf aku tak mengenalmu tadi” jawabku mulai
ramah.
Kemudian
suasana kembali sunyi
Aku tenggelam
lagi dengan music yang berputar ditelingaku
Dan dia
sedang main game dihandphonenya, aku meliriknya sejenak tadi
Sesaat kenangan
terputar dikepalaku
Tentang seseorang
yang duduk disampingku saat ini
Dulu, dia
alasanku semangat untuk datang ke tempat bimbingan belajar
Perasaanku tak
menggebu kepadanya
Aku merasa
cukup hanya dengan melihatnya
Tidak ada
harapan berlebih, mungkin karena aku sadar diri
Dia cukup
tampan hingga menjadi perbincangan perempuan dikelas bimbingan belajarku
“aku banyak
mendengar tentangmu” tegurnya hingga menyadarkanku dari lamunan masalalu
“ohh ya,
dari mana ?” Tanyaku dengan menahan senyum yang ingin sekali
mengembang
“dari teman
sekelasku ditempat bimbingan belajar, mereka sering bercerita tentangmu”
jawabnya
“tak ada gossip
buruk tentangku kan?” candaku yang sebenarnya tak lucu
“tak ada gossip, belum ada lambe turah zaman
itu” entah kenapa aku tertawa kecil dengan jawaban itu, mungkin bagimu tak
lucu.
Kami tak
banyak mengobrol
Karena hari
itu perjalanan malam hari
Akan mengganggu
penumpang lain jika kami sibuk berbagi cerita
Bunyi klakson
kereta api membangunkanku
Kulihat disebelah
tak ada lagi sosoknya
Namun dibangku
itu kutemukan susu strawberry dan sepucuk surat dibawahnya, tertulis dibagian
depan kertas tersebut, untuk perempuan berkuncir merah muda..
“aku sangat
menyukai susu strawberry, dan mungkin ini satu-satunya hal yang aku punya
berwarna merah muda, makanya hanya ini yang bisa aku berikan bersama surat ini.
Kau tidur sangat lelap, jadi aku tak membangunkanmu ketika hendak turun
ketempat yang aku tuju. Perasaanku senang bukan kepalang bertemu denganmu
disini, ingin rasanya aku ungkap perasaan yang aku pendam sejak lama. Aku menyukaimu,
saat di tempat bimbingan belajar. Tapi, aku tidak ada keberanian untuk menyapa,
karena dulu, kau tak pernah tersenyum kepadaku (entah kenapa aku tetap suka). Kau
tau hari ini aku sangat senang, untuk pertama kalinya kau tertawa kepadaku.
Ah aku
sangat pengecut, mengungkapkan hal ini saja hanya melalui secarik kertas. Tetapi
aku cukup bahagia hanya dengan melihatmu hari ini, aku tidak ingin perasaan ini
menguasai diriku. Biarlah semuanya cukup sesuai dengan porsinya, tidak
berlebihan, karena tak baik bukan? Hehe. Karena saat ini bukan saat yang tepat,
usia kitapun belum matang untuk mengikrarkan janji suci, namun aku tak tertarik
untuk memintamu berpacaran denganku, hanya memberikan harapan semu yang tak pasti,
yang mungkin dapat membuatmu terluka, aku tak ingin. Setidaknya kau tau aku
punya perasaan itu terhadapmu, untuk kedepannya aku pasrahkan kepada Tuhan,
jika memang kita berjodoh kita akan dipertemukan dengan cara-Nya, seperti hari
ini”.
Kulipat lagi
surat darinya. Ingin rasa berlari menemuinya, dan berkata “akupun begitu”. Namun,
benar kata dia, biarlah jalan Tuhan yang menentukan, perasaan ini cukup indah
hanya dengan menerima secukupnya.
Kamis, 01 Februari 2018
Jadi bagaimanakah film Dilan menurut saya ?
Saya menonton film Dilan di hari ke 5 setelah perilisan, sebelum menonton saya sudah sangat berlapang dada untuk menerima Iqbal sebagai Dilan. saya sudah menghilangkan rasa kecewa saya, saya benar-benar datang menonton untuk melihat cerita dari Dilan, seseorang yang bikin saya jatuh cinta 3tahun yang lalu.
Setelah menonton filmnya, saya merasa bingung kepada diri sendiri, karena review banyak orang memberikan penilaian 9/10, tapi sangat sulit pada awalnya mengartikan apa yang ada didalam pikiran saya, saya terdiam sesaat, apakah perasaan saya yang salah atau orang-orang yang terlalu berlebihan dan tidak menilai terlalu dalam ?.
Banyak hal yang ingin saya bahas disini, sehingga saya bingung apa yang harus saya sampaikan pertama kali. Mungkin yang pertama adalah akting dari pemain, yang pertama Dilan, disini saya sih menilai masih ada beberapa scane yang Iqbal tidak pas menjadi Dilan. Sama seperti penilaian awal saya, oke ada yang bilang “dinovel tidak digambarkan atau dijelaskan Dilan sosok badboy”, iya emang, tetapi ingat Dilan adalah seorang “panglima tempur” “ketua genk motor” dan seseorang yang ditakuti oleh guru yang bernama Suripto. Secara visual sih menurut saya, Iqbal tetap tidak bisa menggambarkan itu, dilihat dari luar, Iqbal dengan tubuh dan wajah imutnya tidak memiliki raut wajah tegas layaknya seorang ketua genk motor, Iqbal tidak memiliki wajah keras layaknya siswa pemberontak. Dan beberapa kalimat romantisnya tetap tidak mampu membius saya, masih ada beberapa bagian yang menurut saya tidak berkesan seperti layaknya di Novel, beberapa kalimat Dilan yang terkesan datar saja di telinga saya, seperti penyampaian “kamu milea ya? Aku ramal” “Rindu itu berat” “Milea kamu cantik”. Tetapi tidak melulu akting Iqbal datar, ada tiga scane yang saya suka, yang pertama saat Dilan dan Milea dipasar, saat dialog “Bilang apa””aku sayang kamu””yah, keduluan”. Yang kedua saat Dilan Milea dirumah Dilan karena rencana penyerangan, saat Dilan memutuskan tidak jadi keluar rumah dan memilih bersama Milea, satu-satunya kejadian difilm ini yang membuat saya sedikit tersentuh. Dan yang paling saya suka dari aktingnya Iqbal disini saat adegan berantem Dilan dan Anhar, disitu saya suka banget dengan ating Iqbal, entah saya merasa itu sempurna, marahnya Dilan kepada Anhar tergambarkan, sesaat wajah dan postur tubuh Iqbal tersisikan, adegan tersebut yang paling saya suka dari semua part Dilan. Untuk aktingnya Dilan yang saya ragukan pada awalnya, tidak terlalu banyak berubah dari nilai awal, saya menilai 6,7/10 untuk akting Iqbal, tetapi menaik jadi 7,5/10 karena adegan berantem dengan Anhar.
Untuk pemain Dilan yang lain, saya suka dengan aktingnya Anhar dan Beni, mereka berdua menurut saya sangat pas memerankan sosok anak muda yang arogan, dan terkesan jahat bagi anak perempuan. Terkhususnya Anhar, entah dari keseluruhan sih saya suka sama aktingnya, hampir 8/10. Beberapa pemain yang aktingnya saya rasa cukup, seperti Nandan dan Piyan yang saya nilai 7/10. Namun sayangnya kurang merasa puas dengan akting beberapa pemain lainnya, termasuk Milea, yang pada awalnya saya yakin sekali dengan Vanesha, ada beberapa adegan yang dia masih kaku sekali sebagai Milea, tetapi ada juga yang bagian saya suka, misal saat dia hanya diam memeluk Dilan, saya suka bagian Milea hanya berdiam dan menggambarkan visual dari seorang Milea tanpa kata-kata, oh iya sama saat bagian Milea berkata “aku ikut”, disitu tergambarkan bagaimana khawatirnya Milea ke Dilan, untuk Vanesha saya masih belum sampai ke nilai 7 sih, sama juga beberapa cast yang lain, seperti Wati, Disa, dan Rani. Kalau untuk pemeran senior seperti Ibu, Ayah, Bunda, Bi Asih dan lainnya saya rasa tidak perlu dan sangat tidak layak lagi buat saya nilai ya.
Selain pemain, saya juga akan membahas cerita. Memang seluruh cerita di Film menggambarkan yang ada di Novel, sayangnya ada beberapa adegan yang saya harapkan masuk ke film tetapi terlewatkan. Ada hal yang harusnya penting untuk digambarkan, seperti Akew dan Susi, sangat disayangkan mereka berdua tidak terlalu tergambarkan di Film, memang untuk memuat semua hal yang ada dinovel ke film tidak mungkin, tetapi menurut saya peran mereka sangat tidak tersampaikan disana. Setidaknya ada pengenalan Susi sih cewek yang naksir Dilan, sayangnya Susi hanya nongol di akhir saat Milea mencari Dilan di warung Bi Eem, iya kalau ada yang nyadar cewek disana si Susi yang naksir Dilan, tapi kalau saya sih seperti “ngapain dah nih cewek” yang hanya “waya-waya” sekali disini. Apalagi sih Akew, harusnya ada sekitar 1menit lah buat perkenalan teman-teman dari Dilan, sedih saya tuh saat sosok Akew hanya melongo tanpa dialog di Film, tanpa ada penjelasan kalau dia tuh si Akew temannya si Dilan. disana kesannya Akew hanya anak SMA yang nongkrong diwarung bi Eem, sangat tidak terkesan dia adalah bagian dari cerita dan orang disekitar Dilan. Dan juga pengambaran kang Adi yang bikin kesal juga kurang, padahal kenapa Milea tidak suka kang Adi karena kang Adi yang terlalu menyombongkan dia pintar dan sebagainya, namun disini tidak terjelaskan.
Saya juga mau mengkritik warungnya bi Eem yang terlalu bagus buat ukuran tempat nongkrongnya anak-anak SMA yang suka ngerokok, juga markas dari anak-anak genk motor. Soalnya di SMA saya dulu juga ada 1kantin, dibelakang sekali dari bagian sekolah yang menjadi markas anak cowok di SMA saya merokok, warungnya itu agak tertutup dan juga hanya sepetak. Jadi kalau di film sih sangat jauh dari bayangan saya, difilm lebih terkesan kayak rumah dari pada warung bagi saya ya. Adapun satu hal yang baru saya sadari, setelah meminta sedikit pendapat dari Dosen saya yang sudah menonton Dilan, katanya sih “hari sabtu kok sekolah pake seragam abu2 bukan pramuka”, dan sebenarnya untuk hal ini saya baru sadar juga, iya juga kok gaada pake seragam pramukanya ya, disini emang terlalu fokus menggambarkan SMA yang identik dengan pakaian putih abu padahal pakaian pramuka juga dipakai oleh anak sekolahan. Juga kesan jalan buah batunya kurang ‘dapet banget’ di film, padahal saya merasa kesan yang mendalam dijalan itu, sampai-sampai jika kebandung saya mau kesana, kejalan buah batu, jalannya “Milea Dilan”. Dan masih ada beberapa hal yang juga kurang, seperti suasana 90an yang tidak terlalu tergambarkan, tetapi banyak yang tidak memperhatikan bahkan tidak perduli karena sudah terlanjur dan terlalu fokus dengan adegan Milea Dilan.
Juga yang paling saya sayangkan, adegan favorite saya di novel, adegan yang paling saya nantikan, adegan yang paling menggetarkan saya (galebaykan pemilihan katanya?), yaitu saat Dilan ngomong “Kepala sekolah nampar dia, kubakar sekolahan ini”, adegan tersebut adegan yang paling berkesan bagi saya dinovel yang sayangnya tidak berkesan difilm, tetapi mungkin sepertinya hal ini dipengaruhi oleh orang-orang sekitar saya yang menonton, karena saat Dilan berkata seperti itu seiisi bioskop malah tertawa bukannya tertegun dan terkesan, entah kenapa mereka menganggap itu adegan lucu bukannya mengharukan. Jadi membuat sayapun tidak merasakan kesan yang sama saat saya membaca novel.
Tapi jujur sepanjang nonton film Dilan saya tidak merasakan baper seperti membaca novelnya, saya tidak senyum-senyum saat adegan romantis dan rayuan yang Dilan ucapkan ke Milea, sayapun tidak ikut tertawa seperti penonton lain saat Dilan mengucapkan lelucon ajaibnya, berbeda saat saya membaca novelnya. Saya tidak hanyut kedalam cerita selama 2jam didalam bioskop. Entah apa saya yang aneh kah ?, atau mungkin karena saya sudah hafal sekali dengan dialog-dialog tersebut sehingga saya sudah merasa biasa saja ketika menontonnya?. Atau karena saya terlalu ber ekspetasi terlalu tinggi kah ?. mungkin juga karena saya sudah tau pada akhirnya itu hanya kenangan Milea yang tidak dapat terulang lagi karena mereka tidak bersatu?. Dan kemungkinan lain karena semua orang sudah terlalu baper, sudah banyak yang kenal dan suka dengan Dilan sehingga saya menjadi biasa?. Terakhir, atau karena menonton ditempat ramai, menonton dengan banyak orang membuat saya kurang khusyuk menonton, berbeda dengan saat membaca novel sendirian dikamar kost-an, tanpa ada suara bising yang mengganggu fantasi?. Entahlah, nanti setelah film Dilan sudah beredar untuk ditonton sendirian dikamar saya akan mencoba menonton lagi, mungkin rasanya akan berbeda. Ahhhh satu hal lagi yang memungkinkan, ataukah karena saya menonton dengan orang yang tidak tepat? Maksudnya, harusnya saya menonton dengan Dilan saya sendiri, agar suasana lebih romantis? Sayangnya, orang tersebut belum ada #lahcurcol. Entahlahh, maafkan saya ya buat semua crew film Dilan termasuk Pidibaiq, bukan saya tidak menghargai atau apa, mungkin hati saya saja yang sedang membeku #curcollagi.
Saya tidak menyesal sudah menonton film Dilan, karena saya mencoba berfikir lebih terbuka, saya lebih memilih untuk menerima, walaupun banyak yang kurang (menurut saya ya), tetapi setidaknya menilai setelah menonton lebih baik daripada saya menilai tanpa melihat jalan ceritanya secara penuh. Jujur, pada awalnya saya mau kasih nilai 6-6,5/10 untuk film ini, dilihat dari akting pemainnya, dan banyaknya suasana lain yg kurang tergambarkan. Tapi saya sangat apresiasi jalan cerita yg tidak di ubah (walaupun masih banyak sekali yg terpotong), ditambah akting Iqbal yg sangat saya hargai karena tak mudah memerankan sosok yang sudah dicintai banyak orang, dan tentunya dengan akting Anhar, kalau dipertimbangkan lagi sekarang saya nilai 7,5/10 untuk keseluruhan film. Mungkin ada yg sudah membaca novelnya tetapi tidak setuju dengan penilaian saya, balik lagi kita memiliki sudut pandang yg berbeda, mungkin kalian tidak melihat apa yang saya lihat, atau alasan-alasan lainnya, seperti awalnya saya juga tidak setuju dengan penilaian kalian, tetapi akhirnya saya hargai, sebaliknya hargai juga pandangan dari saya.
Bagi saya penilaian itu Lumayan dengan jalan cerita yang tetap menarik, apalagi untuk yang tidak membaca novelnya sama sekali, setidaknya sekarang banyak yang tahu Dilan. walaupun jadi lebay juga, dimana-mana dan apa-apa Dilan. Dilan jadi kurang istimewa lagi sekarang. Tapi saya dukung film Indonesia, walaupun menurut saya film ini belum layak menjadi film Terbaik sepanjang masa, namun saya senang ada film Indonesia / film dalam negri yang ditonton banyak orang. Dan harapan saya sampai tayang diseluruh dunia hehe, biar ada yang remake, termasuk korea #lahngayal.
Tapi buat yang hanya menonton filmnya, saya sarankan coba baca novel Dilan juga, biar lebih dalam lagi gimana penggambaran melalui imajinasi sendiri.
Setelah menonton filmnya, saya merasa bingung kepada diri sendiri, karena review banyak orang memberikan penilaian 9/10, tapi sangat sulit pada awalnya mengartikan apa yang ada didalam pikiran saya, saya terdiam sesaat, apakah perasaan saya yang salah atau orang-orang yang terlalu berlebihan dan tidak menilai terlalu dalam ?.
Banyak hal yang ingin saya bahas disini, sehingga saya bingung apa yang harus saya sampaikan pertama kali. Mungkin yang pertama adalah akting dari pemain, yang pertama Dilan, disini saya sih menilai masih ada beberapa scane yang Iqbal tidak pas menjadi Dilan. Sama seperti penilaian awal saya, oke ada yang bilang “dinovel tidak digambarkan atau dijelaskan Dilan sosok badboy”, iya emang, tetapi ingat Dilan adalah seorang “panglima tempur” “ketua genk motor” dan seseorang yang ditakuti oleh guru yang bernama Suripto. Secara visual sih menurut saya, Iqbal tetap tidak bisa menggambarkan itu, dilihat dari luar, Iqbal dengan tubuh dan wajah imutnya tidak memiliki raut wajah tegas layaknya seorang ketua genk motor, Iqbal tidak memiliki wajah keras layaknya siswa pemberontak. Dan beberapa kalimat romantisnya tetap tidak mampu membius saya, masih ada beberapa bagian yang menurut saya tidak berkesan seperti layaknya di Novel, beberapa kalimat Dilan yang terkesan datar saja di telinga saya, seperti penyampaian “kamu milea ya? Aku ramal” “Rindu itu berat” “Milea kamu cantik”. Tetapi tidak melulu akting Iqbal datar, ada tiga scane yang saya suka, yang pertama saat Dilan dan Milea dipasar, saat dialog “Bilang apa””aku sayang kamu””yah, keduluan”. Yang kedua saat Dilan Milea dirumah Dilan karena rencana penyerangan, saat Dilan memutuskan tidak jadi keluar rumah dan memilih bersama Milea, satu-satunya kejadian difilm ini yang membuat saya sedikit tersentuh. Dan yang paling saya suka dari aktingnya Iqbal disini saat adegan berantem Dilan dan Anhar, disitu saya suka banget dengan ating Iqbal, entah saya merasa itu sempurna, marahnya Dilan kepada Anhar tergambarkan, sesaat wajah dan postur tubuh Iqbal tersisikan, adegan tersebut yang paling saya suka dari semua part Dilan. Untuk aktingnya Dilan yang saya ragukan pada awalnya, tidak terlalu banyak berubah dari nilai awal, saya menilai 6,7/10 untuk akting Iqbal, tetapi menaik jadi 7,5/10 karena adegan berantem dengan Anhar.
Untuk pemain Dilan yang lain, saya suka dengan aktingnya Anhar dan Beni, mereka berdua menurut saya sangat pas memerankan sosok anak muda yang arogan, dan terkesan jahat bagi anak perempuan. Terkhususnya Anhar, entah dari keseluruhan sih saya suka sama aktingnya, hampir 8/10. Beberapa pemain yang aktingnya saya rasa cukup, seperti Nandan dan Piyan yang saya nilai 7/10. Namun sayangnya kurang merasa puas dengan akting beberapa pemain lainnya, termasuk Milea, yang pada awalnya saya yakin sekali dengan Vanesha, ada beberapa adegan yang dia masih kaku sekali sebagai Milea, tetapi ada juga yang bagian saya suka, misal saat dia hanya diam memeluk Dilan, saya suka bagian Milea hanya berdiam dan menggambarkan visual dari seorang Milea tanpa kata-kata, oh iya sama saat bagian Milea berkata “aku ikut”, disitu tergambarkan bagaimana khawatirnya Milea ke Dilan, untuk Vanesha saya masih belum sampai ke nilai 7 sih, sama juga beberapa cast yang lain, seperti Wati, Disa, dan Rani. Kalau untuk pemeran senior seperti Ibu, Ayah, Bunda, Bi Asih dan lainnya saya rasa tidak perlu dan sangat tidak layak lagi buat saya nilai ya.
Selain pemain, saya juga akan membahas cerita. Memang seluruh cerita di Film menggambarkan yang ada di Novel, sayangnya ada beberapa adegan yang saya harapkan masuk ke film tetapi terlewatkan. Ada hal yang harusnya penting untuk digambarkan, seperti Akew dan Susi, sangat disayangkan mereka berdua tidak terlalu tergambarkan di Film, memang untuk memuat semua hal yang ada dinovel ke film tidak mungkin, tetapi menurut saya peran mereka sangat tidak tersampaikan disana. Setidaknya ada pengenalan Susi sih cewek yang naksir Dilan, sayangnya Susi hanya nongol di akhir saat Milea mencari Dilan di warung Bi Eem, iya kalau ada yang nyadar cewek disana si Susi yang naksir Dilan, tapi kalau saya sih seperti “ngapain dah nih cewek” yang hanya “waya-waya” sekali disini. Apalagi sih Akew, harusnya ada sekitar 1menit lah buat perkenalan teman-teman dari Dilan, sedih saya tuh saat sosok Akew hanya melongo tanpa dialog di Film, tanpa ada penjelasan kalau dia tuh si Akew temannya si Dilan. disana kesannya Akew hanya anak SMA yang nongkrong diwarung bi Eem, sangat tidak terkesan dia adalah bagian dari cerita dan orang disekitar Dilan. Dan juga pengambaran kang Adi yang bikin kesal juga kurang, padahal kenapa Milea tidak suka kang Adi karena kang Adi yang terlalu menyombongkan dia pintar dan sebagainya, namun disini tidak terjelaskan.
Saya juga mau mengkritik warungnya bi Eem yang terlalu bagus buat ukuran tempat nongkrongnya anak-anak SMA yang suka ngerokok, juga markas dari anak-anak genk motor. Soalnya di SMA saya dulu juga ada 1kantin, dibelakang sekali dari bagian sekolah yang menjadi markas anak cowok di SMA saya merokok, warungnya itu agak tertutup dan juga hanya sepetak. Jadi kalau di film sih sangat jauh dari bayangan saya, difilm lebih terkesan kayak rumah dari pada warung bagi saya ya. Adapun satu hal yang baru saya sadari, setelah meminta sedikit pendapat dari Dosen saya yang sudah menonton Dilan, katanya sih “hari sabtu kok sekolah pake seragam abu2 bukan pramuka”, dan sebenarnya untuk hal ini saya baru sadar juga, iya juga kok gaada pake seragam pramukanya ya, disini emang terlalu fokus menggambarkan SMA yang identik dengan pakaian putih abu padahal pakaian pramuka juga dipakai oleh anak sekolahan. Juga kesan jalan buah batunya kurang ‘dapet banget’ di film, padahal saya merasa kesan yang mendalam dijalan itu, sampai-sampai jika kebandung saya mau kesana, kejalan buah batu, jalannya “Milea Dilan”. Dan masih ada beberapa hal yang juga kurang, seperti suasana 90an yang tidak terlalu tergambarkan, tetapi banyak yang tidak memperhatikan bahkan tidak perduli karena sudah terlanjur dan terlalu fokus dengan adegan Milea Dilan.
Juga yang paling saya sayangkan, adegan favorite saya di novel, adegan yang paling saya nantikan, adegan yang paling menggetarkan saya (galebaykan pemilihan katanya?), yaitu saat Dilan ngomong “Kepala sekolah nampar dia, kubakar sekolahan ini”, adegan tersebut adegan yang paling berkesan bagi saya dinovel yang sayangnya tidak berkesan difilm, tetapi mungkin sepertinya hal ini dipengaruhi oleh orang-orang sekitar saya yang menonton, karena saat Dilan berkata seperti itu seiisi bioskop malah tertawa bukannya tertegun dan terkesan, entah kenapa mereka menganggap itu adegan lucu bukannya mengharukan. Jadi membuat sayapun tidak merasakan kesan yang sama saat saya membaca novel.
Tapi jujur sepanjang nonton film Dilan saya tidak merasakan baper seperti membaca novelnya, saya tidak senyum-senyum saat adegan romantis dan rayuan yang Dilan ucapkan ke Milea, sayapun tidak ikut tertawa seperti penonton lain saat Dilan mengucapkan lelucon ajaibnya, berbeda saat saya membaca novelnya. Saya tidak hanyut kedalam cerita selama 2jam didalam bioskop. Entah apa saya yang aneh kah ?, atau mungkin karena saya sudah hafal sekali dengan dialog-dialog tersebut sehingga saya sudah merasa biasa saja ketika menontonnya?. Atau karena saya terlalu ber ekspetasi terlalu tinggi kah ?. mungkin juga karena saya sudah tau pada akhirnya itu hanya kenangan Milea yang tidak dapat terulang lagi karena mereka tidak bersatu?. Dan kemungkinan lain karena semua orang sudah terlalu baper, sudah banyak yang kenal dan suka dengan Dilan sehingga saya menjadi biasa?. Terakhir, atau karena menonton ditempat ramai, menonton dengan banyak orang membuat saya kurang khusyuk menonton, berbeda dengan saat membaca novel sendirian dikamar kost-an, tanpa ada suara bising yang mengganggu fantasi?. Entahlah, nanti setelah film Dilan sudah beredar untuk ditonton sendirian dikamar saya akan mencoba menonton lagi, mungkin rasanya akan berbeda. Ahhhh satu hal lagi yang memungkinkan, ataukah karena saya menonton dengan orang yang tidak tepat? Maksudnya, harusnya saya menonton dengan Dilan saya sendiri, agar suasana lebih romantis? Sayangnya, orang tersebut belum ada #lahcurcol. Entahlahh, maafkan saya ya buat semua crew film Dilan termasuk Pidibaiq, bukan saya tidak menghargai atau apa, mungkin hati saya saja yang sedang membeku #curcollagi.
Saya tidak menyesal sudah menonton film Dilan, karena saya mencoba berfikir lebih terbuka, saya lebih memilih untuk menerima, walaupun banyak yang kurang (menurut saya ya), tetapi setidaknya menilai setelah menonton lebih baik daripada saya menilai tanpa melihat jalan ceritanya secara penuh. Jujur, pada awalnya saya mau kasih nilai 6-6,5/10 untuk film ini, dilihat dari akting pemainnya, dan banyaknya suasana lain yg kurang tergambarkan. Tapi saya sangat apresiasi jalan cerita yg tidak di ubah (walaupun masih banyak sekali yg terpotong), ditambah akting Iqbal yg sangat saya hargai karena tak mudah memerankan sosok yang sudah dicintai banyak orang, dan tentunya dengan akting Anhar, kalau dipertimbangkan lagi sekarang saya nilai 7,5/10 untuk keseluruhan film. Mungkin ada yg sudah membaca novelnya tetapi tidak setuju dengan penilaian saya, balik lagi kita memiliki sudut pandang yg berbeda, mungkin kalian tidak melihat apa yang saya lihat, atau alasan-alasan lainnya, seperti awalnya saya juga tidak setuju dengan penilaian kalian, tetapi akhirnya saya hargai, sebaliknya hargai juga pandangan dari saya.
Bagi saya penilaian itu Lumayan dengan jalan cerita yang tetap menarik, apalagi untuk yang tidak membaca novelnya sama sekali, setidaknya sekarang banyak yang tahu Dilan. walaupun jadi lebay juga, dimana-mana dan apa-apa Dilan. Dilan jadi kurang istimewa lagi sekarang. Tapi saya dukung film Indonesia, walaupun menurut saya film ini belum layak menjadi film Terbaik sepanjang masa, namun saya senang ada film Indonesia / film dalam negri yang ditonton banyak orang. Dan harapan saya sampai tayang diseluruh dunia hehe, biar ada yang remake, termasuk korea #lahngayal.
Tapi buat yang hanya menonton filmnya, saya sarankan coba baca novel Dilan juga, biar lebih dalam lagi gimana penggambaran melalui imajinasi sendiri.
Film Dilan, diantara keraguan Nonton atau tidak menonton
Setujukah dengan pernyataan “memulai itu sangat sulit?” kalo saya sih setuju, seperti menulis ini, saya bingung mau dimulai dengan kata apa, dibuka dengan kalimat bagaimana. Saya hanya ingin berbagi pendapat saya sendiri tentang film yang sepertinya akan menjadi film yang paling banyak ditonton sepanjang masa ditahun 2018 ini. Yaps film “Dilan”. Sosok yang digilai, disuka, dan dicintai saat ini.
Awalnya saya tidak ingin menonton film ini, ada banyak sekali alasan kenapa saya pernah memutuskan untuk tidak akan menonton film Dilan ini selama tayang dibioskop. Banyak sekali hal yang membuat saya kecewa, karena saya merasa sudah kenal si Dilan cukup lama. Saya membaca novel “Dilan” ketika novel tersebut belum menjadi best seller, itu sekitar diawal tahun 2015, saya masih semester 3, saya lupa tepatnya dibulan berapa. Saat itu saya sangat jatuh hati dengan sih “Dilan 1990”, belum ada teman satu kelas saya membaca Dilan, jadi saya jatuh cinta sendirian. Saat itu saya hanya membeli Dilan 1990, Barulah diakhir semester 3, sebelum pulang ke Lubuklinggau saya membeli “Dilan 1991” yang mungkin ga saya bahas disini karena filmnya belum sampai disana.
Balik lagi ke alasan kenapa saya gamau nonton film Dilan, karena pada awalnya Pidibaiq, kalian pasti tau siapa dia kan? Dia sempat berkata tidak akan memfilmkan novel Dilan ini, dan saya merasa itu keputusan yang tepat, walaupun ada sih keiinginan agar Dilan difilmkan, tetapi saya takut banyak cerita yang akan dirubah. Tetapi, entah bagaimana saya lupa, terdengarlah ada casting untuk pemain film Dilan, entah apa yang mempengaruhi hingga Pidibaiq memilih keputusan tersebut. Yaudah sih ada rasa senang juga, dan juga Pidibaiq inginnya si Dilan bukan artis dan ingin mencari seorang Dilan dari pemuda asli bandung. Dan saya tambah suka, emang harapan saya bukan artis untuk pemeran Dilan, saya pingin Dilan ini sosok yang benar-benar baru, benar-benar Dilan yang tidak terbayangkan. Lama sekali pemutusan siapa si Dilan, sebelum itu sosok Milea sudah lebih dulu bocor, walaupun adik artis, Vanesha tidak saya kenal sebelumnya, saya merasa Milea sangat cocok diperankan oleh Vanesha, dan sebelumnya untuk Musik Video Voor Dilan juga sudah diperankan oleh Vanesha, saya suka dan merasa pas sekali di music video tersebut dengan sosok Milea ini. Dan setelah berlalu hampir 1tahun lamanya, sosok Dilan pun telah dipilih, dan saya syok sekali yang keluar nama Iqbal, saya kecewa sekali. Bukan, bukan karena saya meragukan aktingnya, bukan karena dia anak boyband, tetapi awalnya karena dia seorang artis, diluar dari janji sebelumnya. Dan lagi, Dilan itu nakal, sedangkan Iqbal punya wajah yang imut menurut saya, masih kurang garang untuk menjadi Dilan, tidak ada nakal-nakalnya, Iqbal terlalu anak baik-baik. Saya mengutarakan kekecewaan saya di Instagram saat itu. Namun, sekali lagi saya mencoba menerima, karena teman saya pernah berkata “Actingnya bagus kok”. Yasudah, akhirnya sampai diakhir tahun 2017, keluarlah trailer dan fix saya sangat kecewa saat itu, akting Iqbal sangat jauh dari yang saya harapkan, kalimat yang harusnya menggetarkan hati, jadi biasa saja ketika diucapkan olehnya. Saat dia berkata “Milea kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu, gak tau sore nanti, kita liat saja” disitu biasa saja, saya benar-benar tidak merasakan apa yang saya rasakan saat membaca kalimat itu di novel. Belum lagi saya membaca komentar orang-orang yang berkata “gausah nonton kalau gasuka”, ditambah saat saya berpendapat dan saya share di instastory saya, yang akhirnya di komentari teman saya “udah ngomong gini berarti ga nonton filmnya ya” dari situ saya memutuskan untuk tidak nonton, kecuali review orang bagus atau ada yang mau traktir saya.
Setelah filmnya keluar, sudah banyak yang memberikan penilaian 9/10, saya sempat berfikir “sebagus itukah?” tetapi tetap tidak berkeinginan untuk menonton. Namun ketika sudah hari ke 4 penayangan saya akhirnya memutuskan untuk menonton. Kenapa? Pertama saya mikir lagi, saya kan bukan hatersnya Iqbal, jadi kenapa saya berprilaku seakan menjadi hatersnya Iqbal? Lagian yang saya kurang suka hanya pemilihan Iqbalnya, saya suka Vanesha, dan belum lagi cast yang lainnya, setidaknya saya nonton untuk melihat cast lainnya. Alasan kedua, ya kenapa dong kalo saya memutuskan untuk menonton? Toh saya baca novelnya duluankan, saya sudah nunggu filmnya duluan. Emangnya setelah mengkritik tidak boleh nonton?, jadi gini loh, didunia ini emang ada pro dan ada kontra kan? Kalau ada yang kontra jadi harus menjauh ?, misalnya kmu tidak suka cara mengajar Dosen kamu, jadi karena kamu kritik cara ngajarnya, jadi kamu tidak boleh mengikuti kelasnya? Tidak seperti itukan? Walaupun kamu tidak suka. Dan contoh lain, Pernah dong kayak kamu gasuka sama penyanyi si A, karena lagu 1 nya gabagus, tapi ternyata lagu 2 nya bagus, dan karena kamu gasuka penyanyinya apa kamu akan tetap bersikeras untuk tidak mendengarkan lagu 2 nya?, tentu kamu pernah merasa diposisi inikan?. Dan alasan ketiga yang bikin saya akhirnya, nonton aja, yaitu ada review yang bilang tidak banyak perubahan dari novel ke film, banyak dialog dan jalan cerita yang diambil persis seperti di novel. Karena review tersebutlah akhirnya saya memutuskan untuk menonton filmnya, karena saya sangat suka sama novel ini, kalau ceritanya sama dan tidak mengecewakan kenapa tidak untuk ditonton?. Toh saya saat itu hanya tidak terima pada 1 peran, sisanya saya suka, apalagi jika mengingat novelnya, saya cinta sekali, apa salahnya saya menonton sebagai bentuk Melihat bagaimana visualisasi dari cerita yang selama ini hanya saya buat dalam imajinasi saja.
Itulah sedikit cerita saya, kenapa saya akhirnya nonton film Dilan yang padahal awalnya saya mengkritik dan terkesan tidak suka dengan film tersebut. Saya tegaskan sekali lagi, semuanya ada sudut pandang masing-masing, ada pendapat masing-masing, yang mengkritik bukan karena tidak menghargai dan tidak mengapresiasikan. Bagaimanapun juga semua orang membutuhkan kritikan, untuk membangun agar lebih baik lagi. Semua hal di dunia ini, tidak hanya sekedar pujian, kalau semuanya hanya ada pujian semuanya hanya akan besar kepala tanpa mengkoreksi diri dan memperbaiki diri dalam suatu hal.
Jadi saya mau menjawab pendapat orang yang bilang “jangan nilai orang / mengkritik, karena belum tentu kamu bisa acting sebagus dia”, hmm saya sih ga setuju sama pendapat ini. Menurut saya actor wajar dikritik soal aktingnya, karena itu pekerjaannya, seorang actor bekerja untuk berperan menjadi karakter yang sudah diterimanya. Seperti seorang wartawan yang wajar saja dikritik soal tulisannya, penyanyi dikritik karena suaranya. Karena itu adalah pekerjaannya, yang seharusnya emang dijalankan maksimal, dan juga sebagai pendorong agar lebih baik lagi dalam bekerja. Asalkan kritikan itu masih dalam konteks yang wajar dan masuk akal, serta sesuai dengan pekerjaannya tanpa menyimpang ke hal lain, seperti “Iqbalkan anak Boyband bukan badboy” itu sih emang sudah menyimpang dari kritikan yang membangun.
Awalnya saya tidak ingin menonton film ini, ada banyak sekali alasan kenapa saya pernah memutuskan untuk tidak akan menonton film Dilan ini selama tayang dibioskop. Banyak sekali hal yang membuat saya kecewa, karena saya merasa sudah kenal si Dilan cukup lama. Saya membaca novel “Dilan” ketika novel tersebut belum menjadi best seller, itu sekitar diawal tahun 2015, saya masih semester 3, saya lupa tepatnya dibulan berapa. Saat itu saya sangat jatuh hati dengan sih “Dilan 1990”, belum ada teman satu kelas saya membaca Dilan, jadi saya jatuh cinta sendirian. Saat itu saya hanya membeli Dilan 1990, Barulah diakhir semester 3, sebelum pulang ke Lubuklinggau saya membeli “Dilan 1991” yang mungkin ga saya bahas disini karena filmnya belum sampai disana.
Balik lagi ke alasan kenapa saya gamau nonton film Dilan, karena pada awalnya Pidibaiq, kalian pasti tau siapa dia kan? Dia sempat berkata tidak akan memfilmkan novel Dilan ini, dan saya merasa itu keputusan yang tepat, walaupun ada sih keiinginan agar Dilan difilmkan, tetapi saya takut banyak cerita yang akan dirubah. Tetapi, entah bagaimana saya lupa, terdengarlah ada casting untuk pemain film Dilan, entah apa yang mempengaruhi hingga Pidibaiq memilih keputusan tersebut. Yaudah sih ada rasa senang juga, dan juga Pidibaiq inginnya si Dilan bukan artis dan ingin mencari seorang Dilan dari pemuda asli bandung. Dan saya tambah suka, emang harapan saya bukan artis untuk pemeran Dilan, saya pingin Dilan ini sosok yang benar-benar baru, benar-benar Dilan yang tidak terbayangkan. Lama sekali pemutusan siapa si Dilan, sebelum itu sosok Milea sudah lebih dulu bocor, walaupun adik artis, Vanesha tidak saya kenal sebelumnya, saya merasa Milea sangat cocok diperankan oleh Vanesha, dan sebelumnya untuk Musik Video Voor Dilan juga sudah diperankan oleh Vanesha, saya suka dan merasa pas sekali di music video tersebut dengan sosok Milea ini. Dan setelah berlalu hampir 1tahun lamanya, sosok Dilan pun telah dipilih, dan saya syok sekali yang keluar nama Iqbal, saya kecewa sekali. Bukan, bukan karena saya meragukan aktingnya, bukan karena dia anak boyband, tetapi awalnya karena dia seorang artis, diluar dari janji sebelumnya. Dan lagi, Dilan itu nakal, sedangkan Iqbal punya wajah yang imut menurut saya, masih kurang garang untuk menjadi Dilan, tidak ada nakal-nakalnya, Iqbal terlalu anak baik-baik. Saya mengutarakan kekecewaan saya di Instagram saat itu. Namun, sekali lagi saya mencoba menerima, karena teman saya pernah berkata “Actingnya bagus kok”. Yasudah, akhirnya sampai diakhir tahun 2017, keluarlah trailer dan fix saya sangat kecewa saat itu, akting Iqbal sangat jauh dari yang saya harapkan, kalimat yang harusnya menggetarkan hati, jadi biasa saja ketika diucapkan olehnya. Saat dia berkata “Milea kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu, gak tau sore nanti, kita liat saja” disitu biasa saja, saya benar-benar tidak merasakan apa yang saya rasakan saat membaca kalimat itu di novel. Belum lagi saya membaca komentar orang-orang yang berkata “gausah nonton kalau gasuka”, ditambah saat saya berpendapat dan saya share di instastory saya, yang akhirnya di komentari teman saya “udah ngomong gini berarti ga nonton filmnya ya” dari situ saya memutuskan untuk tidak nonton, kecuali review orang bagus atau ada yang mau traktir saya.
Setelah filmnya keluar, sudah banyak yang memberikan penilaian 9/10, saya sempat berfikir “sebagus itukah?” tetapi tetap tidak berkeinginan untuk menonton. Namun ketika sudah hari ke 4 penayangan saya akhirnya memutuskan untuk menonton. Kenapa? Pertama saya mikir lagi, saya kan bukan hatersnya Iqbal, jadi kenapa saya berprilaku seakan menjadi hatersnya Iqbal? Lagian yang saya kurang suka hanya pemilihan Iqbalnya, saya suka Vanesha, dan belum lagi cast yang lainnya, setidaknya saya nonton untuk melihat cast lainnya. Alasan kedua, ya kenapa dong kalo saya memutuskan untuk menonton? Toh saya baca novelnya duluankan, saya sudah nunggu filmnya duluan. Emangnya setelah mengkritik tidak boleh nonton?, jadi gini loh, didunia ini emang ada pro dan ada kontra kan? Kalau ada yang kontra jadi harus menjauh ?, misalnya kmu tidak suka cara mengajar Dosen kamu, jadi karena kamu kritik cara ngajarnya, jadi kamu tidak boleh mengikuti kelasnya? Tidak seperti itukan? Walaupun kamu tidak suka. Dan contoh lain, Pernah dong kayak kamu gasuka sama penyanyi si A, karena lagu 1 nya gabagus, tapi ternyata lagu 2 nya bagus, dan karena kamu gasuka penyanyinya apa kamu akan tetap bersikeras untuk tidak mendengarkan lagu 2 nya?, tentu kamu pernah merasa diposisi inikan?. Dan alasan ketiga yang bikin saya akhirnya, nonton aja, yaitu ada review yang bilang tidak banyak perubahan dari novel ke film, banyak dialog dan jalan cerita yang diambil persis seperti di novel. Karena review tersebutlah akhirnya saya memutuskan untuk menonton filmnya, karena saya sangat suka sama novel ini, kalau ceritanya sama dan tidak mengecewakan kenapa tidak untuk ditonton?. Toh saya saat itu hanya tidak terima pada 1 peran, sisanya saya suka, apalagi jika mengingat novelnya, saya cinta sekali, apa salahnya saya menonton sebagai bentuk Melihat bagaimana visualisasi dari cerita yang selama ini hanya saya buat dalam imajinasi saja.
Itulah sedikit cerita saya, kenapa saya akhirnya nonton film Dilan yang padahal awalnya saya mengkritik dan terkesan tidak suka dengan film tersebut. Saya tegaskan sekali lagi, semuanya ada sudut pandang masing-masing, ada pendapat masing-masing, yang mengkritik bukan karena tidak menghargai dan tidak mengapresiasikan. Bagaimanapun juga semua orang membutuhkan kritikan, untuk membangun agar lebih baik lagi. Semua hal di dunia ini, tidak hanya sekedar pujian, kalau semuanya hanya ada pujian semuanya hanya akan besar kepala tanpa mengkoreksi diri dan memperbaiki diri dalam suatu hal.
Jadi saya mau menjawab pendapat orang yang bilang “jangan nilai orang / mengkritik, karena belum tentu kamu bisa acting sebagus dia”, hmm saya sih ga setuju sama pendapat ini. Menurut saya actor wajar dikritik soal aktingnya, karena itu pekerjaannya, seorang actor bekerja untuk berperan menjadi karakter yang sudah diterimanya. Seperti seorang wartawan yang wajar saja dikritik soal tulisannya, penyanyi dikritik karena suaranya. Karena itu adalah pekerjaannya, yang seharusnya emang dijalankan maksimal, dan juga sebagai pendorong agar lebih baik lagi dalam bekerja. Asalkan kritikan itu masih dalam konteks yang wajar dan masuk akal, serta sesuai dengan pekerjaannya tanpa menyimpang ke hal lain, seperti “Iqbalkan anak Boyband bukan badboy” itu sih emang sudah menyimpang dari kritikan yang membangun.
Langganan:
Postingan (Atom)